A. PENDAHULUAN
Dalam
agama islam kita berkewajiban untuk berdakwah kepada siapapun. Dalam hal ini
tentulah kita tahu tenteng apa yang harus didakwahi dan kepada siapa kita harus
berdakwah.
Sebelum
hal yang diatas kita laksanakan kita harus tahu tentang hakekat dakwah terlebih
dahulu dan informasi atau pesan apa saja yang akan disampaikan dalam berdakwah.
Oleh sebab itu pemakalah akan membahas tentang hakikat dan pesan dakwah pada
pembahasan berikut.
B.
PEMBAHASAN
1.
Hakikat
dan pesan dakwah
Dakwah
adalah sesuatu yang musti ada yang disampaikan secara terus-menerus. Pesan
dakwah adalah melakukan perubahan penghidupan seseorang.
Hakekat
dakwah yang ditekan oleh Allah kepada nabi dan kaumnya adalah agar terus
menerus untuk terus menyeru pada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah pada
perbuatan yang mungkar.[1]
Dalam
syarh al-ushul al- khamsah, Qadhi Abdul Jabbar mengemukakan bahwa al- ma’ruf
adalah semua perbuatan yang pelakunya mengetahui akan kebaikannya atau sesuatu
yang menunjukkan kebaikan, sedangkan mungkar adalah semua perbuatan yang
pelakunya mengetahui akan keburukannya atau sesuatu yang menunjukkan kepada
keburukan. Selanjutnya Abdul Jabbar mengemukakan bahwa, perbuatan baik adalah
perbuatan yang pelakunya berhak mendapat pujian. Sebaliknya perbuatan jahak
pelakunya berhak mendapat celaan.
Menurut
Husain al- ma’ruf bagi mu’tazilah adalah apa yang telah mereka sepakati dan
mungkar adalah apa yang pandangan orang yang berbeda faham dengan mereka.
Melaksanakan
amr ma’ruf nahi mungkar ialah suatu kewajiban bukan dari satu golongan saja,
tapi juga oleh semua golongan umat islam yang lainnya. Maka siapapun manusia
yang tidak melakukannya hendaklah diluruskan jalan hidupnya sama dengan
melakukan jihad kepada orang kafir.[2] Kewajiban
al- amr bi al-ma’ruf wa al- nahi an al- mungkar adalh bagi setiap mukmin sesuai
dengan kemampuan mereka, apakah dengan mengangkat senjata atau dengan cara
lainnya, ajaran ini berlaku baik terhadap orang kafir maupun orang-orang islam
yang tidak mengikuti mazhab mereka.
Dalam
syarh al-ushul al-khamsah, Qadhi Abdul Jabbar mengemukakan argumentasi yang
menguatkan kewajiban untuk al-ma’ruf nahi mungkar dengan surat Ali imran ayat
110:
Pada
ayat ini sebenarnya tidak ditemuibentuk perintah yang mewajibkan amr ma’ruf
nahi mungkar. Akan tetapi melihat dari sudut pujian Tuhan terhadap umat beriman
sebagai umat terbaik. Kalaulah amr ma’ruf nahi mungkar bukanlah suatu suatu
kebaikan yang wajib dilaksanakan , tentulah Tuhan tidak akan memberi pujian
tersebut. Bahkan zamaksyari seorang ulama pengarang tafsir dari kalangan
mu’tazilah lebih jauh lagi memahami ayat diatas, dan menambahkan beberapa hadis
untuk menguatkan prinsip kewajiban ini adalah fardu kifayah, karena tidak
pantaslah seseorang melaksanakan amr ma’ruf nahi mungkar tanpa mengetahui
prinsip dari ma’ruf dan mungkar tersebut. Kewajiban disini bukanlah berdasarkan
perintah, akan tetapi dati informasi. Demikian juga firman Allah yang
mengungkapkan perintah Luqman kepada anaknya.
(Luqman:17)
Perintah
melaksanakan amr ma’ruf nahi mungkar tersebut langsung kepada pribadi putra
Luqman. Ayat ini bermaksud bahwa amar ma’ruf nahi mungkar dapat ditangani
secara individual, akan tetapi pelaksanaan ini bukan berarti bahwa seluruh
kegiatan amr ma’ruf nahi mungkar dapat diselesaikan oleh setiap orang tanpa
kecuali, namun bukan berarti pula bahwa semua masalah-masalah dapat
diselesaikan oleh seseorang tertentu secara khusus. Argumen ini menunjukkan
bahwa dalam hal-hal tertentu, maka untuk menyelesaikannya adalah orang tertentu
pula. Ini berarati bahwa kemungkaran ditenga umat tetap diberantas untuk
keselamatan manusia semua.
Perbedaan dakwah dengan amr ma’ruf nahi mungkar, mubaliq, ulama,
dan umara
Sebagian
orang memendang bahwa dakwah itu sangat luas daripada sekedar melaksanakan amar
ma’ruf nahi mungkar. Menurut yang lain, kandungan dakwah tidak terlalu berbeda
dengan kandungan muatan dan tugas amar ma’ruf nahi mungkar.
jika
ditinjau dari pengertian etimologi, kata dakwah mencakup kegiatan amar ma’ruf
nahi mungkar. Karena kegiatan amar ma’ruf merupakan praktik dakwah untuk
mengajak orang melakukan dan mengikuti kebaikan, sedang kegiatan nahi mungkar
mengajak orang menjauhi dan meninggalkan segala pebuatan kejahatan. Jadi pada
kedua kegiatan tersebut ada makna dakwah atau ajakan untuk berbuat keshalehan,
baik dengan melakukan segala yang baik maupun dengan tidak melakukan yang
buruk.Namun makna dakwah tidak cukup diwakili oleh terma amar ma’ruf nahi
mungkar. Karena dakwah merupakan langkah pertama yang dijejakkan manusia pada
jalan Illahi.[3]
Adapun
amr ma’ruf nahi mungkar merupakan upaya internal untuk mengikuti islam oleh
kaum muslimin sendir, agar umat islam tetap menmpuh jalan islam dan tidak
menyimpang dari jalan yang lurus.
Syarat-syarat amr Ma’ruf nahi Mungkar
Menurut
mu’tazilah kewajiban amr ma’ruf nahi mungkar akan muncul apabila telah memenuhi
syarat-syarat berikut:
1)
Mengetahui
secara pasti bahwa apa yang akan disuruhnya baik dan yang dilarangnya itu
mungkar, karena bila tidak diketahui, bisa saja terjadi menyurh pada
kemungkaran dan melarang pada kebaikan.
2)
Mengetahui
atau berat dugaan bahwa akan terjadinya kemungkaran, seperti telah tersedianya
minum-minuman keras yang akan memabukkan dan alat-alat musik dengan nyanyian
yang diyakini akan membawa kepada kemungkaran menurut ilmu pengetahuan.
3)
Mengetahui
atau berat dugaan bahwa tindakan tersebut tidak akan mengakibatkan bahaya yang
lebih besar, seperti resiko terbunuh, perampasan harta pencemaran nama baik
atau terbakarnya suatu tempat pemukiman.
4)
Mengetahui
atau berat dugaan bahwa upaya yang dilakukan itu akan ada pengaruhnya.
5)
Mengetahui
atau berat dugaan bahwa tindakan itu tidak akan membahayakan diri dan hartanya.
Kelima
persyaratan diatas harus dipenuhi secara lengkap oleh pelaksana atau penegak
kebenaran, jika tidak, maka gugurlah kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar bagi
seseorang. Jadi disini sangat diperlukan manajemen yang matang, sehingga tidak
terjadi kekeliruan, usaha yang sia-sia ataupun dampak negatif yang lebih
berbahaya. Maka disinilah arti penting dari sifat kewajiban amar ma’ruf nahi
mungkar sebagai kewajiban kolektif.
Aplikasinya
dalam Masyarkat
Diantara
mutakallimin memandang kewajiban itu hanya dilaksanakan dengan hati atau dengan
lisan, dan ada yang berpandangan bahwa menggunakan tindakan kekerasanpun adalah
wajib jika diperlukan. Pandangn pertama dianut oleh ahl al-sunnah seperti
al-Gazali misalnya, bahwa masyarakat muslim yang yang berada dalam wilayah
penguasa zalim untuk bersikap patuh kepadanya, apabila tidak mempunyai
kemampuan untuk mengubahnya. Menurut
pandangan islam rasional, pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar dapat di
aplikasikan dengan berbagai cara. Jika berhasil dengan cara yang lebih mudah,
maka tidak boleh menggunakan cara yang lebih sulit. Hal ini sesuai dengan
pengembangan akal dan diisyaratkan oleh Allah SWT dalam firmannya:
(al-Hujurat:9)
Dalm
menafsirkan ayat ini Abdul Jabbar mengaitkannya dengan kewajiban amr ma’ruf
nahi mungkar. Menurutnya dalam ayat ini dijelaskan dua cara menyelesaikan
sengketa:
a.
Dengan
cara damai.
b.
Dengan
tindakan kekerasan.
Jika
cara pertama tidak efektif maka baru boleh menggunakan cara kekerasan. Keadaan
ini berarti pelaksanaan amr ma’ruf nahi mungkar harus dijalani secara bertahap
sesuai kebutuhan dan target yang akan dicapai.
C.
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dakwah
adalah sesuatu yang musti ada yang disampaikan secara terus-menerus Sebagaimana
yang telah dijelaskan pemakalah dapat disimpulkan bahwa Pesan dakwah adalah
melakukan perubahan penghidupan seseorang. Hakekat dakwah yang ditekan oleh
Allah kepada nabi dan kaumnya adalah agar terus menerus untuk terus menyeru
pada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah pada perbuatan yang mungkar.
2.
SARAN
Pemakalah
menyadari bahwa dalam pembuatan makalh ini, pemakalah tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan. Dan pemakalah menyadari mungkin makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu pemakalah menyarankan kepada pembaca untuk memberikan
saran atau masukan demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka
Amin, Samsul
Munir, Ilmu Dakwah, Amzah, Jakarta:2009
Hamka, Prinsip
dan Kebijaksanaan Dakwah islam,PT Pustaka Panjimas, Jakarta:1982
Salmadanis, Filsafat
Dakwah, Surau, Padang: 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar