Senin, 14 Oktober 2013

pengertian metode hikmah (makalah)



PENDAHULUAN
Pada hakekatnya dakwah adalah segala aktivitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan islami kepada nilai kehidupan yang islami.
 Sejalan dengan pengertian dakwah diatas maka metode atau cara yang digunakan  dalam mengajak tersebut haruslah sesuai pula dengan materi dan tujuan kamana ajakan tersebut ditujukan. Dan dakwah haruslah dikemas dengan cara atau metode yang tepat dan pas. Salah satu metode tersebut adalah metode Al-Hikmah yang akan dijelaskan dalam makalah ini.


PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN METODE HIKMAH
1.      Menurut bahasa:
Kata al-hikmah memiliki banyak pengertian yang dikemukakan oleh ahli bahasa maupun pakar Al-Quran, tidak hanya mencakup pamaknaan mushadaq (ekstensi)nya. Akan tetapi juga pemaknaan dalam mafhum (konsep)nya sehingga pemaknaannya menjadi lebih luas dan bervariasi. Dalam beberapa kamus, kata Al-Hikmah di artikan: Al-Adl (keadilan), Al-Hilm (kesabaran dan ketabahan), Al-Nubuwwah (kenabian), Al-Ilm (ilmu pengetahuan), Al-Qur’an, falsafah, kebijakan, pemikiran atau pendapat yang baik, kebenaran sesuatu, mengetahui sesuatu yang paling utama.
Dalam kitab tafsir, Al-Hikmah dikemukakan sebagai berikut: tafsir Al-Qur’an Al-Adzim kata jalalain memberi makna Al-Hikmah dengan Al-Qur’an. Syeh Muhammad Nawawi Al-Jawi memberi makna Bil-Hikmah dengan hujjah (argumentasi), akurat, berfaedah untuk menetapkan akidah atau keyakinan.[1]
Kata “Hikmah” dalam Al-Qur’an  disebutkan sebanyak 20 kali. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.[2]

Al-Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang, seperti istilah hikmatul lijam (cambuk atau kekang kuda), itu digunakan untuk mencegah tindakan hewan. Di artikan demikian karena tali kekang itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya sehingga si penunggang kuda dapat mengatur baik untuk perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri dari hal-hal yang kurang bernilai atau menurut Ahmad bin Munir Al-Muqri’ Al-Fayumi berarti mencegah dari perbuatan yang hina.[3]


2.      Al-Hikmah menurut istilah:
M. Abduh berpendapat bahwa, Hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap-tiap hal.
Dalam konteks ushul fiqh istilah hikmah dibahas ketika ulama ushul membicarakan sifat-sifat yang dijadikan ilat hukum.
Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu.
Sebagai metode dakwah Al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang pada agama dan Tuhan.
Ibnu Qayim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengamalannya. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami Al-Qur’an dan mendalami syariat-syariat islam serta hakekat iman.[4]
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa Al-Hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Al-Hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh sebab itu Al-Hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.

B.     CARA MEMAHAMI MAD’U DARI SEGI STRATA SOSIAL
Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keragaman makhluk bernama manusia. Allah SWT berfirman:

 Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. Al-Hujurat: 13)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui”. (Qs. Ar-Rum: 22)[5]

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa keragaman jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit dan bahasa sebagai tanda kekuasaan Allah yang perlu di teliti dengan sesama untuk mengenal lebih dekat tripologi manusia untuk selanjutnya menentukan pola interaksi buat masing-masing kelompok yang berbeda. Mengenal tripologi manusia adalah salah satu faktor penentu suksesnya tugas dakwah dan merupakan salah satu fenomena alam yang hanya bisa ditangkap oleh orang alim.

M. Bahri Ghazali mengelompokkan mad’u bardasarkan tripologi dan klasifikasi masyarakat.
Beberdasarkan tripologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu:
a)      Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memiliki keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
b)      Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dalam pertimbangan tidak semua pembaharuan dapat membawa perubahan yang positif. Untuk menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu.
c)      Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok masyarat kedua di masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas kemasyarakan.
d)      Tipe pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak pada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan. Faktor kehati-hatian yang berlebih, maka setiap gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai umtuk bisa masuk.
e)      Tipe kolot, ciri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-banar terdesak oleh lingkungannya.[6]

Bahwa kita seorang da’i harus mengetahui tipe masyarakat yang kita hadapi seperti apa masyarakat yang kita dakwahi, dan dengan kita mengetahui tipe masyarakat atau mad’unya, maka kita sebagai da’i dapat menggunakan metode sesuai dengan tipe masyarakat yang kita hadapi.

C.    Metode yang digunakan dalam pendekatan mad’u di tinjau dari strata sosial  yaitu:
a.       Pendekatan kondisi sosial budaya, yang terbagi dalam masyarakat kota dan desa.
Seorang da’i akan lebih mudah diterima dakwahnya jika ia mampu menyesuaikan diri dengan kodisi sosial budaya masyarakat yang akan didakwahinya, ini dilakukan dengan tujuan agar terciptanya komunikasi dan interaksi yang baik antara da’i dan mad’u. Dan dengan adanya interaksi dan komunikasi yang baik antara da’i dan mad’u maka da’i akan lebih mudah dalam menyampaikan dakwahnya.
Jika da’i ingin mengembangkan dakwahnya di masyarakat pedesaan maka metode-metode yang harus ia gunakan adalah sebagai berikut:
1.      Menggunakan pendekatan bahasa, struktur dan kultur yang relevan dengan masyarakat pedesaan, sederhana, dan mudah dipahami.
2.      Menggunakan metode pendekatan dan kerjasama dengan tokoh panutan atau pemimpinnya.
3.      Membantu dalam mencarikan solusi dari problema sosial, budaya, dan ekonomi yang sedang dihadapinya.
4.      Menggunakan bahasa lisan yang komunikatif dalam penjelasan tentang sesuatu agar tidak terjadinya kesalahan persepsi.
Beberapa model metode pengembangan dakwah di perkotaan yaitu sebagai berikut:
1.      Menggunakan bahasa kaumnya, yakni metode dan pendekatan struktur dan kultur yang relevan dengan masyarakat kota dengan ciri-ciri dan karakteristiknya yang dinamis, rasional dan demokratif.
2.      Menggunakan bahasa lisan atau tulisan yang sesuai dengan pola pikir masyarakat perkotaan yang peka terhadap informasi.
3.      Melalui kerjasama dengan institusi yang terdapat diperkotaan dan memperhatikan momentum yang tepat karena masyarakat perkotaan mempunyai mobilitas yang tinggi dan jangkauan aktifitas yang dinamis.

b.      Pendekatan tingkat pemikiran, terbagi dalam dua kelompok yaitu; kelompok masyarakat maju dan kelompok masyarakat terbelakang.
Pendekatan ini dikenal dengan metode levelisasi, penyampaian materi dakwah atau pelajaran yang dilakukan oleh Nabi yang sering berbeda antara satu dengan yang lain, karena baliau sangat memperhatikan level atau tingkatan kecerdasan seseorang. Sebuah hadis menyebutkan: “kami (para nabi) diperintahkan untuk berbicara kepada manusia menurut kemampuan akal mereka.” Terkadang nabi tidak hanya memperhatikan tingkat kecerdasan tapi juga tingkat emosional seseorang.



PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode Al-Hikmah adalah kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objek mad’u.
            Dalam hal ini ada dua metode memahami mad’u dari segi strata sosial yaitu:
1.      Pendekatan kondisi sosial budaya.
Seorang da’i harus mampu menyesuaikan diri dengan budaya sosial masyarakat yang akan didakwahinya dengan tujuan agar terciptanya komunikasi dan interaksi yang baik.
2.      Pendekatan pemikiran
Dakwah sesuia dengan intelektual masyarakat.

Dakwah sesuai dengan kadar intelektual masyarakat.
Memahami mad’u dari strata sosial menurut M. Bahri Ghazali mengelompokkan mad’u bardasarkan tripologi dan klasifikasi masyarakat. Yaitu:
1.      Tipe innovator.
2.      Tipe pelopor.
3.      Tipe pengikut dini.
4.      Tipe pengikut akhir.
5.      Tipe kolot.

B.     Saran.
Penulis menyadari tulisan ini belum seperti yang diharapkan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan tegur sapa yang membangun dari pembaca.


[1] Metode pengembangan dakwah, pustaka setia, 2002
[2] Metode pengembangan dakwah, pustaka setia, 2002
[3] Metode dakwah, kencana,2006
[4] Metode dakwah, kencana 2006
[5] Al-Qur’anul Qarim
[6] Metodepengembangan dakwah, pustaka setia, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar