Rabu, 27 November 2013

MKLH kapitaselekta dakwah dan tradisi



BAB I
PENDAHULUAN
Dakwah merupakan serangkaian perjuangan keagamaan yang selalu berkaitan dengan aktivitas manajerial (amaliyyah al idariyyah) secara professional untuk mempengaruhi, mengajak, dan menuntun manusia menuju kebenaran Islam. Untuk memperjelas serta mempermudah pemahaman tentang dakwah, dalam tulisan ini akan dibahas pengertian dakwah tersebut dari dua aspek, yaitu bahasa (etimologi) dan aspek istilah (terminologi).
BAB II
PEMBAHSAN
A.    Pengertian Dakwah Menurut Bahasa (Etimologi)
Ditinjau dari aspek bahasa, kata dakwah berasal dari bahasa Arab dengan kata kerja lampau (fi’il madli) Da’a dan fiil mudhori’ Yad’u dengan mashdar lafadz Da’watan yang berarti memanggil, menyeru, dan mengajak. Istilah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amr ma’ruf nahi munkar, mauidzah hasanah, tabsyir, indzar, washiyyah, tarbiyyah, ta’lim, dan khotbah. Dengan demikian, secara etimologi pengertian dakwah merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Pengertian Dakwah Menurut Istilah (Terminologi)
Pengertian dakwah secara istilah dapat disimpulkan bahwa esensi dakwah merupakan aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik secara individu maupun masyarakat dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik. Kegiatan mendorong manusia untuk berbuat lebih baik merupakan suatu proses pengamalan terhadap ajaran agama yang disampaikan dengan tanpa adanya unsur unsur paksaan dan dilakukan atas dasar kesadaran akan kewajiban moral setiap individu muslim terhadap agamanya. Sebagaimana definisi dakwah yang dikemukakan oleh Syaikh Ali Mahfudz dalam kitab Hidayat al Mursyidin Ila Thuruq al Wa’dzi Wa al Khitabah
“Mendorong manusia untuk berbuat baik, memberi petunjuk, menyuruh yang ma’ruf dan melarang yang munkar untuk mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.”
Dari pengertian dakwah tersebut dapat disimpulkan bahwa, dakwah memiliki tiga unsur pengertian yang paling pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Dakwah merupakan suatu proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan secara sadar dan disengaja.
2. Mengajak manusia untuk beriman dan menaati Allah atau memeluk agama Islam, dan Amar ma’ruf Nahi munkar
3. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai Allah (li naili mardlotillahi).
Unsur-Unsur Dakwah
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah antara lain: da’i (subjek dakwah), mad’u (objek dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), dan thariqah (metode dakwah). Berikut ini uraian tentang unsur-unsur dakwah.
Subjek Dakwah (Da’i)
Da’i adalah seseorang yang melakukan ajakan atau orang yang menyampaikan ajaran (muballigh). Subjek dakwah merupakan unsur penting dalam pelaksanaan dakwah karena seorang da’i akan menjadi pemandu titian yang mengemban misi risalah dan diserukan kepada objek dakwah dengan dalil dan hujjah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Seorang da’i dituntut mampu mengetuk dan menyentuh hati umat yang dihadapinya secara profesional agar misi yang disampaikan dapat diterima oleh umat.
Obyek Dakwah (Mad’u)
Obyek dakwah adalah sasaran penerima dakwah baik secara individu maupun kelompok, baik yang telah beragama Islam ataupun bukan. Dalam penyampaian materi dakwah, da’i diharapkan mampu memberikan rangsangan yang kuat terhadap objeknya sehingga menimbulkan sugesti pada mad’u. Sebagaimana firman Allah SWT
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (Q.S. Al baqarah: 83) 
Salah satu unsur dakwah yang mendukung keberhasilan dan tolak ukur dakwah adalah keberadaan objek dakwah secara jelas. Seorang da’i ditutut mampu mamahami karakteristik dan perilaku yang menjadi tindak tanduk masyarakat sekitar, baik secara sosial, kultur, struktur kelembagaan, profesi, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan masyarakat khusus seperti para tunawisma, narapidana, tuna karya, tuna susila, dan lain sebagainya.
Materi Dakwah (Maddah)
Adapun yang maksud dengan materi dakwah (maddah) adalah isi pesan atau materi yang disampaikan oleh pengemban dakwah (da’i) kepada subyek dakwah (mad’u). Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, antara lain:
1. Akidah (kepercayaan)
Akidah adalah masalah pokok (dlarury) yang menjadi materi dakwah Islam, meliputi: iman kepada Allah, malaikat malaikat, kitab kitab, para rasul, hari kiamat, serta iman kepada qadha dan qadar-Nya.
2. Syari’at (hukum)
Syari’at adalah dasar utama hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui nash-nash Al-Qur’an. Islam mengembangkan hukum secara komprehensif dan menjadi acuan serta solusi terbaik dalam menjawab segala problematika kehidupan manusia. Sedangkan tujuan adanya syari’at adalah sebagaimana yang telah diungkapan oleh Abdul Wahhab Khallaf
“Secara umum tujuan Tuhan (Syaari’) dalam ketentuan syari’at hukumnya adalah untuk mewujudkan tercapainya kesejahteraan yang mencakup segala kebutuhan primer manusia dan memberikan solusi terhadap kebutuhan serta kebaikan baginya.”
Hukum-hukum syari’at tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
(a) Ibadah: thaharah, sholat, zakat, shalat, haji, dan lain sebagainya.
(b) Mu’amalah meliputi :
1. AI qonun al Khas atau hukum perdata yang meliputi: hukum niaga (mu’amalah), hukum nikah (munakahat), hukum warits (waratsah), dan lain sebagainya.
2. Al Qonun al ‘Am atau hukum publik, di antaranya: hukum pidana (jinayah), hukum negara (khilafah), hukum perang dan damai (hadd), dan lain lain.
3. Akhlak (etika), meliputi: akhlak terhadap pencipta (habl ila al Kholiq) dan akhlak terhadap makhluk (habl ila al kholqi).
Metode Dakwah (Thariqah)
Metode adalah cara tertentu yang dapat ditempuh untuk mencapai satu tujuan. Metode dakwah, berarti suatu cara dalam melakukan kegiatan dakwah secara sistematis yang dapat dilakukan oleh seorang da’i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, seperti: ceramah (retorika), tanya jawab, percakapan antar pribadi (individual converence), pendidikan dan pengajaran Islam, dan lain sebagainya.
Keberadaan metode dakwah adalah unsur yang sangat erat kaitannya dengan media dakwah (wasilat al da’wah). Jika wasilah merupakan alat yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran Islam, maka metode (thariqah) adalah cara cara yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas dakwah.
Di antara beberapa metode yang dapat digunakan dalam kegiatan dakwah dan upaya penyebaran nilai-nilai keislaman, antara lain seperti yang telah disebutkan dalam Al Qur’an
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An Nahl: 125)
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga metode dakwah yang dapat digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya yaitu:
1. Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi terpaksa atau keberatan.
2. Mauidzhah Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran ajaran Islam dengan rasa kasih sayang sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan dapat menyentuh hati mereka.
3. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran atau membantah dengan cara yang sebaik baiknya tanpa mendiskridetkan posisi mad’u.
Media Dakwah (Washilah)
Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah seperti media melalui lisan, tulisan, elektronika, dan lain sebagainya. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanakan aktivitas dakwah, da’i tidak hanya sekedar menggunakan lisan (oral), melainkan menggunakan media lain yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Karena dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyek sasaran dakwahnya, memungkinkan keberhasilan dakwah akan tercapai. 
Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi aktivitas dakwah. Karenanya, dakwah dilihat dari pendekatan sistem (system approach) akan selalu berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian tujuan dakwah (maqashid ad da’wah) sangat menentukan dan berpengaruh pada penggunaan metode dan media dakwah. Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju oleh aktivitas dakwah.
Dakwah Islam bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang tidak baik serta untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa seseorang secara sadar dan tanpa merasa dipaksa oleh pihak manapun. Karena dakwah Islamiyah bertujuan untuk mengubah sikap, mental, dan tingkah laku yang kurang baik menjadi lebih baik dan terarah, yaitu menjadikan manusia kembali pada fitrah ajaran Islam. 
Sedangkan tujuan dakwah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tujuan Umum Dakwah
Tujuan umum dakwah secara global (ijmaly), adalah mengajak umat manusia kepada jalan kebenaran yaitu Din al Islam. Meyakini Islam sebagai agama dan sekaligus mengamalkan syariat yang telah diperintahkan di dalamnya.
Tujuan Khusus Dakwah
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan yang terperinci dari tujuan umum dakwah, yang berisi antara lain:
1. Mengajak manusia yang telah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT secara utuh (kaffah).
2. Membina mental keislaman bagi mereka yang masih mu’allaf.
3. Mengajak manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (memeluk agam Islam)
4. Mendidik dan mengajak manusia agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
Fungsi Dakwah
Kegiatan dakwah adalah seruan moral yang dimaksudkan untuk dapat memberikan efek balik (feed back) berupa dampak positif (atsar al khair) terhadap mad’u, sehingga dengan dakwah akan terjadi perubahan, baik secara psikologis (kognitif), sikap (afektif), serta perilaku nyata (behavioral) dalam kehidupannya. 
Dan di antara fungsi dakwah yang lain adalah:
a. Menanamkan akidah yang mantap tentang Islam.
b. Mengarahkan agar setiap orang patuh terhadap hukum Allah SWT.
c. Menanamkan nilai-nilai akhlak kepada masyarakat sehingga terbentuk pribadi muslim yang baik dan berbudi luhur.

B.     Pengertian Tradisi dan Kebudayaan.
Tradisi adalah suatu perilaku atau tindakan seseorang, kelompok ataupun masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan, diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya, dan dilaksanakan secara berulang-ulang. Suatu tradisi biasa disebut juga kebiasaan dilakukan berdasarkan latar belakang kepercayaan, pengetahuan, norma dan nilai-nilai sosial masyarakat yang sudah diakui dan disepakati bersama.
Dilihat dari sudut bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “Buddayah“, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Menurut E.B Taylor dalam bukunya “Primitive Culture” diacu dalam Djoko Widagdho, dkk (2003:19) mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang di dapat manusia sebagai anggota masyarakat.

Fungsi kebudayaan bagi masyarakat antara lain:
1.      Hasil karya manusia melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan.
2.      Karsa masyarakat yang merupakan perwujudan norma dan nilai-nilai sosial  dapat menghasilkan tata tertib dalam pergaulan masyarakat.
3.      Didalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (patterns of behavior) yang merupakan ciri-ciri masyarakat untuk bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus di ikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.
Secara umum, kebudayaan masyarakat di dunia memiliki beberapa karekteristik, diantaranya adalah :
1.      Kebudayaan merupakan milik bersama.
2.      Merupakan hasil belajar.
3.      Di dasarkan pada lambang.
4.      Dan terintegrasi.
Selain memiliki karekteristik, kebudayaan juga mempunyai sifat antara lain :
1.      Kebudayaan bersifat universal, akan tetapi perwujudan kebudayaan memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya.
2.      Kebudayaan bersifat stabil dan dinamis, setiap kebudayaan pasti mengalami perubahan dan perkembangan, walaupun kecil dan sering kali tidak dirasakan oleh anggotanya.
3.      Kebudayaan cendrung mengisi dan menentukan jalannya kehidupan manusia walaupun jarang di sadari oleh manusia itu sendiri. (Maryati dan Suryawati 2007:114).
Kebudayaan setiap masyarakat terdiri dari unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yakni kebudayaan itu sendiri. Ada beberapa pendapat ahli tentang unsur-unsur kebudayaan.
Clyde Keuchohn menyebutkan ada 7 unsur pokok kebudayaan yaitu :
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat, rumah tangga, senjata, alat-alat produksi dan trasportasi).
2.      Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi dan sistem distribusi).
3.      Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan sistem perkawinan).
4.      Bahasa (lisan maupun tulisan).
5.      Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak).
6.      Sistem Pengetahuan dan
7.      Sistem kepercayaan. (Kun Maryati dan Juju Suryawati, 2007:111)

Minggu, 17 November 2013

perumusan strategi dakwah



BAB I
PENDAHULUAN
Hasil akhir dari sebuah perencanaan terbentuknya kebijakan-kebijakan yang harus ditaati dalam pelaksanaan kegiatan agar tercapainya tujuan. Kebijakan tersebut akan sejalan dengan program yang dibuat yang dapat dijadikan pedoman disetiap kegiatan yang dilakukan agar terciptanya kelancaran dalam menuju tujuan.
Namun disamping adanya kebijakan namun harus didukung dengan strategi-strategi yang akan mempercepat proses kegiatan dalam mencapai tujuan. Strategi ini sangat berguna dalam menghadapi situasi kritis atau genting dalam menghadapi sasaran  agar mencapai hasil yang maksimal.
Oleh sebab itu penulis akan membahas tentang perumusan kebijakan dan strategi dalam dakwah yang kan diuraikan pada bab berikut


Pengertian Strategi
Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Pimay, 2005: 50). Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003: 39). Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay, 2005: 50).
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76).
Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:
1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki.
2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahankelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya, dananya, dan sebagainya.
3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya
ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).

Menurut Miftah Faridh (2001: 48) strategi dakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman adalah sebagai berikut:
1. Strategi Yatluu Alaihim Aayaatih (strategi komunikasi) adalah strategi penyampaian pesan-pesan (al-Qur’an) kepada umat memiliki konsekuensinya. Terpeliharanya hubungan insani secara sehat dan bersahaja, sehingga dakwah tetap memberikan fungsi maksimal bagi kepentingan hidup dan kehidupan. Disinilah proses dakwah perlu mempertimbangkan dimensi-dimensi sosiologi. Agar komunikasi yang didahuluinya dapat berimplikasi pada peningkatan kesadaran iman.
2. Strategi Yuzakkihim (strategi pembersih sikap dan perilaku) adalah strategi pembersihan dimaksudkan agar terjadi perubahani individu masyarakat sesuai dengan watak Islam sebagai agama manusia karena itu dakwah salah satunya adalah mengemban misi memanusiakan manusia sekaligus memelihara keutuhan Islam sebagai agama Rahmatan Lilalamin.
3. Strategi Yu’alimu Humul Kitaaba Wa Hikmah (strategi pendidikan). Adalah strategi pembebasan manusia dari berbagai penjara kebodohan yang seringkali melihat kemerdekaan dan kreatifitas. Karena pendidikan adalah proses pencerahan untuk menghindari keterjebakan hidup dalam pola jahiliyah yang sangat tidak menguntungkan, khususnya bagi masa depan umat. Berkaitan dengan perubahan masyarakat di era globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut.
Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha menyampaikan risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan, dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kehanifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah. (Pimay, 205 : 52)
Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakaan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksetoris dalam memahami gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka.
Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma`ruf dan nahi munkar. Dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma`ruf dan nahi munkar. (Pimay, 205 : 52)

Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut.
Pertama, asas filosofis, asas ini erat hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah.
Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and professional) da'i.
Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya.
Keempat, asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan baik.
Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).
Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain:
Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat.
Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk memperbaiki keadaan.
Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial yang mereka kehendaki.
Keempat, menjadikan dakwah sebagai media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172).




DAFTAR PUSTAKA
Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode
Dakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Semarang: RaSAIL.
Arifin, M. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.
Bandung: Pustaka Setia.
Syukir, Asmuni, 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-Ikhlas.
Faridh, Miftakh, Refleksi Islam, Bandung : Pusdi Press, 2001.

perumusan tujuan dan sarana dakwah



BAB I
PENDAHULUAN
            Setelah kita berbicara tentang perencanaan dakwah yang akan kita lakukan namun perencanaan tersebut tidak akan efektif dikerjakan tampa adanya monitoring dan evaluasi yang akan memantau serta member nilai tentang program yag dilakukan, apakah rencana tersebut telah mencapai standar atau belum makannya dibutuhkan monitoring yang akan memantau kegiatan serta evaluasi yang bertujuan untuk pemberian penilaian terhadap kegiatan tersebut.
            Perencanaan dalam dakwah tidak akan berjalan maksimal apabila tidak dirumuskan tujuan serta sarana yang akan mendukung dalam perjalanan program yang telah dirumuskan dalam perencanaan dakwah.
            Dalam hal ini perumusan tujuan dan sarana juga sangat berperan penting dalam menunjang program kerja karena tujuan dan sarana yang akan menargetkan program yang akan dilakukan. Oleh sebab itu tujuan ini merupakan target yang harus dicapai disetiap melakukan kegiatan serta sarana yang akan mendukung untuk mendukung menujunya keberhasilan disetiap kegiatan dalam berdakwah.
            Dengan melihat yang tekah dipaparka maka pada bab selanjutnya kan menjelaskan bagaimana cara marumuskan tujuan serata sarana dalam berdakwah.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perumusan Tujuan Dakwah
            Perumusan tujuan dakwah akan terasa tepat bila memakai pertimbangan-pertimbangan berdasarkan klasifikasi tujuan-tujuan yang jelas. R.C. Davis mengemukakan klasifikasi tujuan organisasi[1] yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Tujuan Primer
Tujuan primer adalah tujuan utama organisasi. Tujuan primer merupakan alasan utama mengapa dibentuk organisasi.
1). Tujuan-tujuan pengabdian
Tujuan pengabdian dalam tujuan primer adalah nilai-nilai tambah yang harus diberikan kepada masyarakat yang dalam organisasi dakwah adalah berupa upaya peningkatan keyakinan dan pengamalan ajaran agama yang diusahakan organisasi sebagai satu kesatuan.
Tujuan pengabdian dilapangan organisasi di bagi pada bidang- bidang sebagai berikut
            (a). Umum
(b). Besar
(c). Kecil
      (d). perorangan
Tujuan pengabdian dilapangan organisasi di bagi atas tujuan-tujuan pengabdian umum, besar, kecil dan perorangan sesuai lingkup kerja bidang yang ditekuni atau yang diprioritaskan.

2). Tujuan-tujuan operasi
Tujuan pengabdian dilapangan secara operatif dapat dibedakan antara sebagai berikut:
(a). Tujuan operasi Perantara
Tujuan operasi perantara adalah nilai-nilai hasil kerja yang perlu diselesaikan oleh usaha (kerja) lain. Tujuan operasi perantara ini berfungsi menghasilkan produk pada fase tertentu  sebagai pengantar atau perantara pada satu fase berikutnya secara bertingkat.
      (b). Tujuan operasi Terakhir
Tujuan operasi terakhir adalah nilai-nilai hasil akhir yang dihasilkan oleh organisasi baik berupa melanjutkan upaya yang telah diusahakan oleh proyek lain sebelumnya maupun merupakan program utuh yang dikerjakan secara menyeluruh sampai tujuan.
2.      Tujuan Kolateral
Tujuan kolateral adalah tujuan pokok organisasi tetapi tidak menjadi hal utama. Tujuan-tujuan kolateral mengiringi tujuan primer.
a.       Tujuan-tujuan social koleteral.
Tujuan social kolateral maksudnya adalah rumusan tujuan yang berfungsi member kontribusi kepada nilai-nilai umum masyarakat (dari pengaruh kegiatan-kegiatan organisasi) dalam arti luas yang perlu untuk kebaikan masyarakat, seperti tujuan membantu pemerintah dalam upaya menciptakan menciptakan kerukunan hidup beragama.
b.      Tujuan kolateral pribadi-pribadi
Tujuan kolateral pribadi adalah niali-nilai yang dicari oleh orang-orang secara individu dan kelompok dalam organisasi untuk diperoleh dan dibagikan diantara mereka sendiri.
Individu-individu sebagai pribadi tentunya memiliki kepentingan pribadi yang ingin mereka peroleh. Hal tersebut perlu disadari juga dalarn organisasi dakwah, walaupun pada tahap-tahap awal pendirian belum muncul masalah tujuan pribadi ini, namun dalam perkembangan, sejalan dengan makin besarnya organisasi ada kemungkinan akan muncul realitas kepentingan pribadi tersebut ditunjang adanya sifat-sifat manusiawi anggota organisasi yang dari sisi sumber daya manusia mereka dibutuhkan.

3.      Tujuan Sekunder
Tujuan sekunder berupa nilai-nilai yang berkaitan dengan dengan ekonomi dan efektivitas dalam mencapai tujuan-tujuan primer dan tujuan-tujuan kolateral. Jadi peran tujuan sekunder dalam rumusan tujuan dakwah adalah berupa tercapainya kepentingan tujuan primer secara optimal yaitu berupa nilai ekonomis dan efektivitas dalam mencapai tujuan organisasi.

B.     Perumusan Sarana Dakwah
Kata sarana sering juga diartikan sama dengan “media” yang berasal dari bahasa latin “medius” yang berarti “perantara”. Secara etimologis sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan[2]. Bila dikaitkan dengan dakwah sarana dapat diartikan sebagai segala sesuatu ygdapat dipakai sebagai alat dalammencapai maksud atau tujuan dakwah. Secara terminologi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak[3].
Secara bahasa arab media/wasilah yang bisa berarti al-wushlah,at attishad yaitu segala hal yang dapat menghantarkan terciptannya kepada sesuatu yang dimaksud.[4]
Macam-macam Sarana Dakwah
Said bin Ali Al-Qahthani membagi sarana penunjang keberhasilan dakwah kepada dua bagian, yaitu:
1.      Sarana tidak lansung, berupa persiapan-persiapan yang harus dilakukan seorang da’i sebelum melaksanakan tugas, seperti penguasaan materi dakwah, kesehatan dll.
2.      Sarana lansung
Kedua point ini dapat direalisasikan melalui berbagai media, yaitu:
a.       Melalui media diskusi kelompok, seminar-seminar yang lazim digunakan mahasiswa atau pelajar bahkan masyarakat umum.
b.      Melalui media perorangan (face-to face comunikation) atau nasehat lansung kepada seseorang.
c.       Melalui media buku-buku bacaan, brosur-brosur keagamaan, majallah dan surat kabar harian.
d.      Melalui media elektronik seperti: TV, Radio, Film, Internet, dan sebagainya.[5]

Rincian Sarana Dakwah yang Harus dimiliki Da’i:
a.       Menyebarkan da'wah melalui semua sarana sampai dapat dipahami oleh opini umum dan mereka dapat menjadi penolong da'wah didorong oleh aqidah dan iman.
b.      Menyaring semua unsur-unsur baik untuk dijadikan pilar pendukung yang kokoh bagi fikrah ishlah (perbaikan).
c.       Memperjuangkan perundang-undangan hingga suara dakwah islam dapat berkumandang secara formal dan legal di pemerintahan sekaligus mendukungnya dan menjadi kekuatan dalam pelaksanaanya.
d.      Manhaj atau metode yang benar.
e.       Kaum mukminin yang beramal dan aktivis muslim.
f.       Kepemimpinan yang tangguh dan dapat dipercaya.




Fungsi Sarana/ Media dakwah [6]:
1.       Sebagai media alternatif rujukan yang akurat.
2.      Membantu percepatan gerak dakwah Islam.
3.      Senjata melawan ghazwul fikri.
Ghazwul fikri atau perang pemikiran yang dilancarkan musuh-musuh Islam salah satunya dilakukan melalui senjata media. Media dakwah Islam harus bangkit dan melawan arus serangan musuh ini.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Manullang, M., Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1988.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

AS, Drs.Enjang M.Ag.Dasar-Dasar Ilmu Dakwah.Bandung.2009
http://www.slideshare.net/alunalienz/sarana-dan-prasarana-dakwah


[1] Manullang, dasar-dasar manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia 1988) hal. 60.
[2] http://ruangruhani.blogspot.com/2011/09/sarana-wasilah-dalam-berdakwah.html
[3] Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, 2000: hal 131
[4] Drs.Enjang AS.M.Ag.Dasar-Dasar Ilmu Dakwah.Bandung.2009  Hal  93
[5] Said bin Ali al-Qahthani, 1994: 102-104
[6] http://www.slideshare.net/alunalienz/sarana-dan-prasarana-dakwah