Minggu, 17 November 2013

perumusan strategi dakwah



BAB I
PENDAHULUAN
Hasil akhir dari sebuah perencanaan terbentuknya kebijakan-kebijakan yang harus ditaati dalam pelaksanaan kegiatan agar tercapainya tujuan. Kebijakan tersebut akan sejalan dengan program yang dibuat yang dapat dijadikan pedoman disetiap kegiatan yang dilakukan agar terciptanya kelancaran dalam menuju tujuan.
Namun disamping adanya kebijakan namun harus didukung dengan strategi-strategi yang akan mempercepat proses kegiatan dalam mencapai tujuan. Strategi ini sangat berguna dalam menghadapi situasi kritis atau genting dalam menghadapi sasaran  agar mencapai hasil yang maksimal.
Oleh sebab itu penulis akan membahas tentang perumusan kebijakan dan strategi dalam dakwah yang kan diuraikan pada bab berikut


Pengertian Strategi
Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Pimay, 2005: 50). Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003: 39). Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay, 2005: 50).
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76).
Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:
1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki.
2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahankelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya, dananya, dan sebagainya.
3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya
ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).

Menurut Miftah Faridh (2001: 48) strategi dakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman adalah sebagai berikut:
1. Strategi Yatluu Alaihim Aayaatih (strategi komunikasi) adalah strategi penyampaian pesan-pesan (al-Qur’an) kepada umat memiliki konsekuensinya. Terpeliharanya hubungan insani secara sehat dan bersahaja, sehingga dakwah tetap memberikan fungsi maksimal bagi kepentingan hidup dan kehidupan. Disinilah proses dakwah perlu mempertimbangkan dimensi-dimensi sosiologi. Agar komunikasi yang didahuluinya dapat berimplikasi pada peningkatan kesadaran iman.
2. Strategi Yuzakkihim (strategi pembersih sikap dan perilaku) adalah strategi pembersihan dimaksudkan agar terjadi perubahani individu masyarakat sesuai dengan watak Islam sebagai agama manusia karena itu dakwah salah satunya adalah mengemban misi memanusiakan manusia sekaligus memelihara keutuhan Islam sebagai agama Rahmatan Lilalamin.
3. Strategi Yu’alimu Humul Kitaaba Wa Hikmah (strategi pendidikan). Adalah strategi pembebasan manusia dari berbagai penjara kebodohan yang seringkali melihat kemerdekaan dan kreatifitas. Karena pendidikan adalah proses pencerahan untuk menghindari keterjebakan hidup dalam pola jahiliyah yang sangat tidak menguntungkan, khususnya bagi masa depan umat. Berkaitan dengan perubahan masyarakat di era globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut.
Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha menyampaikan risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan, dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kehanifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah. (Pimay, 205 : 52)
Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakaan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksetoris dalam memahami gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka.
Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma`ruf dan nahi munkar. Dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma`ruf dan nahi munkar. (Pimay, 205 : 52)

Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut.
Pertama, asas filosofis, asas ini erat hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah.
Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and professional) da'i.
Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya.
Keempat, asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan baik.
Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).
Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain:
Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat.
Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk memperbaiki keadaan.
Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial yang mereka kehendaki.
Keempat, menjadikan dakwah sebagai media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172).




DAFTAR PUSTAKA
Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode
Dakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Semarang: RaSAIL.
Arifin, M. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.
Bandung: Pustaka Setia.
Syukir, Asmuni, 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-Ikhlas.
Faridh, Miftakh, Refleksi Islam, Bandung : Pusdi Press, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar